Ceritanya…

Ng…, menjelang Ramadhan kemarin seperti biasa saya sempet bengong mikirin target Ramadhan. Setelah tidur-tiduran nggak jelas selama beberapa malam, ngulet kiri-kanan sambil bertanya-tanya ‘Hey, mau diapain ini Ramadhan?’ akhirnya di suatu pagi saya memutuskan bahwa Silaturahim adalah salah satu tema besar Ramadhan saya kali ini. Setelahnya saya pun iseng melihat-lihat buku tahunan TIN 42, sekedar mengingat-ingat siapa saja teman yang lama tidak saya temui. Dan… pada bagian STORIES, saya membaca kembali tulisan seorang teman yang bikin saya mikir banyak hal tentang mereka. Ini tulisannya…

“Cerita yang menarik ya… hmmm… ini sih kayaknya bukan cerita, cuma kesan yang bakalan ngebekas di otak gw. Dulu gw punya keinginan bwt kenal kalian semua, gimana caranya supaya gw bisa tahu siapa sih kalian itu, gw pindah dari satu orang ke orang laen, kalo kerja kelompok gw pindah dari satu grup ke grup laen. Mungkin kalian juga gak terlalu kenal satu sama lain, jangankan kenal ketemu aja jarang, karena sibuk inilah, sibuk itulah, menting-in inilah, menting-in itulah. Kadang gw bosen juga dengan tingkah kalian yang aneh-aneh, kadang ngeselin, ngebetein, ada juga yang pengen gw tonjok, tapi banyak yang bikin gw ketawa, seneng, bikin gw kenyang juga ada. Tapi ternyata waktu 2,5 tahun gak cukup bwt kenal kalian dan gw cuma sadar gw gak punya waktu banyak bwt kenal kalian. Tapi gw juga cukup sadar kita masih bisa contact-kan kalo kita dah jadi relasi bisnis, jadi satu keluarga, jadi rekan kerja atau sekedar ketemu gak sengaja di pinggir jalan, jabatan tangan trus mutusin pergi ke kedai kopi n ngobrol berjam-jam bwt mengenang kisah indah kala kuliah dulu. Gw juga sangat sadar bahwa berkat gw berusaha kenal kalian, ternyata gw bisa kenal sama satu orang yang dulu gw gak kenal, dan itu diri gw sendiri. Kadang di saat-saat terkahir ini, gw cuma pengen mandangin kalian n berfikir apa kita bakal ketemu lagi ya… (Nazar)”

Nah, btw saat saya nulis postingan ini, sehari sebelumnya kami baru saja buka puasa bareng. Lumayanlah, ada 30-an anak TIN 42 yang datang. Si Ocky yang di Makasar malah join via Skype. Masih dengan seragam petugas ATC-nya. Haha… ada-ada aja. Yah, alhamdulillah bisa kembali silaturahim dengan teman-teman kuliah. Mudah-mudahan tradisi silaturahimnya bisa terus terjaga. Masih ada beberapa teman lagi sebenarnya yang juga saya incar untuk di-silaturahim-kan baik perorangan maupun kelompok. Insyaallah masih cukup banyak waktu sampai akhir Ramadhan nanti.

Dan sebagai penutup, saya kutipkan STORIES tulisan saya yang dimuat dalam buku tahunan TIN 42 (ga penting). Sekedar mengingat hal-hal menarik yang pernah saya lakukan dulu… Hehe… ^^v

“Hm, apa ya? Banyak sih yang berkesan. Misalnya waktu gw diusir SC gara-gara ga bikin tugas HG3. Biasa aja sih, tapi jadi berkesan coz si Mahe ngebela2in gw ampe nangis2 gitu. Gw ama beberapa anak AK gw jd nangis2an deh. Hehe… Jadi malu… Ato waktu gw dan Arif diusir sama bu Nastiti pas UTS MLI. Asli dah dodol bet. Belum juga mulai ujian, eh diusir gara2 buka soal sebelum waktunya. Ckckck… Menurut si Ibu, beliau sudah memperingatkan untuk tidak buka soal dulu, tapi gw ga denger coz beliau bilangnya di barisan belakang (gw waktu itu duduk di depan). Yah miss comm gitu deh.. huhu… Terakhir waktu gw seminar penelitian, haha… yang ini dodol banget. Gak tau kenapa program gw ga mau nampilin reportnya. Langsung error gitu. Habislah gw… Selidik punya selidik ternyata program gw gak cocok ama laptop Yahman (sampai gw nulis ini, gw gak ngerti kenapa bisa gitu, lu tau sendiri kan standar ga ngerti gw segimana? *sotoy mode: on*) yang gw pake waktu seminar, padahal di komputer2 lain running loh… Emang kurang prepare sih, gak latihan dulu… Don’t try this at home ya..^^ Not practice make terrific loh… Lah, kesannya gw anak badung nih… Gpp deh… Toh kalau kenangan yang baik2 lu semua bakal inget koq,,, =) (Wahyu)”

Ciawi, 29 Juli 2012

Syarat Cukup

Cukuplah kami sama dalam visi hidup, dalam pemaknaan ibadah kepada Allah, dan dalam cita-cita dakwah di jalan-Nya. InsyaAllah.

Si AQ

Sesederhana Itu

Sesederhana angin yang semakin kencang berhembus
Sesederhana itu pula kita memperkuat pegangan
Sesederhana dingin yang semakin menusuk
Sesederhana itu pula kita menyiapkan pakaian yang lebih hangat
Sesederhana gelap yang semakin pekat
Sesederhana itu pula kita menyiapkan pendar cahaya

Bukankah hidup sesederhana itu sahabat?

Sesederhana lingkaran cahaya yang kita jaga
Sesederhana rabithah yang kita lafalkan
Sesederhana nawafil yang kita dawamkan
Sesederhana kebaikan demi kebaikan yang kita tebar

Bukankah sesederhana itulah kita bertahan?

Hei, apakah engkau masih bersamaku sahabat?
Apakah kita masih bersama mereka?
Atau apakah memang semua
tidak sesederhana tawa kita sembilan tahun yang lalu?

Februari 2012
Our February, our Koaci…

Buku-Buku yang Lucu #ehh

Dua pekan yang lalu saya terpikir untuk menghadiahkan buku kepada beberapa orang teman kantor. Aneh memang kalau tiba-tiba, mungkin beberapa di antara mereka akan berpikiran, “Dalam rangka apa?”, atau mungkin sebagiannya bertanya-tanya, “Salah makan kali ya ini anak?”. Tapi karena saya sudah memutuskan, maka akan saya lakukan.

Kemudian saya pergi ke beberapa toko buku di Bogor, mencari buku-buku yang cocok. Ternyata membeli buku untuk orang lain tidak semudah yang dibayangkan. Saya harus menimbang-nimbang kecocokan tema buku dengan karakter teman saya, mempertimbangkan kekhawatiran apakah teman saya akan tertidur atau tidak karena tema buku atau gaya bahasa yang terlalu berat dan membosankan, memikirkan apakah teman saya sudah pernah baca buku yang sama, juga memperhatikan apakah bukunya cocok dengan usia dan kehidupan teman saya. Selain itu, saya juga memikirkan apakah akan membeli bukunya di toko atau secara online. Ini faktor ekonomi sebenarnya, karena saya menghitung-hitung kemungkinan diskon hehehe.

Saya tidak mau asal ngasih buku soalnya. Sayang. Saya ingin teman-teman saya yang nanti membaca bukunya mendapatkan manfaat dari buku tersebut. Syukur-syukur ada yang tercerahkan, lalu kehidupannya menjadi lebih baik dari sekarang. Walah, mungkin saya terlalu berharap. Bukunya dibaca saja udah untung. Tapi saya kira tidak ada salahnya mengharapkan hal-hal baik untuk teman dan sahabat. Yah, namanya juga usaha.

Saya tahu, saya yang cenderung egois dalam menikmati waktu luang ini jarang menyempatkan waktu sekedar ber-‘haha-hihi’, ngobrol-ngobrol sambil sekedar menemani mereka sarapan dan makan siang. Jadi kadang ketinggalan info tentang kabar beberapa teman. Dalam berbagai kesempatan saya juga belum bisa menjenguk mereka saat sakit, atau juga lupa dengan hari bahagia beberapa diantara mereka. Saya juga menyadari ada saat-saat dimana saya belum bisa membalas beberapa kemuliaan yang mereka berikan pada saya. Karena itu melalui buku-buku tersebut saya ingin membalas kemuliaan yang pernah diberikan, juga sebagai sarana untuk menyebarkan kebaikan.

Pada akhirnya saya membeli enam buah buku untuk enam teman kantor saya. Empat bukunya Asma Nadia, satu bukunya Faudzil Adhim, dan satu lagi bukunya Baban Sarbana. Sebenarnya masih banyak teman lain yang mau saya kasih, tapi untuk periode ini saya cukupkan dulu. Saya perlu waktu untuk memilih judul buku yang cocok untuk beberapa orang soalnya. Dan orang pertama yang saya kasih buku langsung nyeletuk, “Dalam rangka apa nih?”. Tuh, kan. Ah, ya sudahlah…

Ciawi, 23 Januari 2012
‘Maka saksikanlah, sesungguhnya saya telah menyampaikan…’

Sama-Sama Aneh

Sebenarnya menemukan kesamaan sifat diri pada orang lain adalah sesuatu yang biasa. Wajar saja jika beberapa sifat kita sama dengan teman tertentu. Saya juga sering merasa begitu. Dengan si A memiliki kesamaan tertentu, dan dengan si B memiliki kesamaan lainnya. Saya kira itu wajar. Tapi beberapa pekan ini saya merasa tertegun dengan seorang teman yang membersamai saya dalam sifat-sifat aneh dan tidak umum yang saya miliki.

Mulanya saya hanya merasa, “Wah, ini anak aneh, nggak umum”. Sampai saya menyadari bahwa keanehan yang saya rasakan lebih karena kesamaan sifat-sifat kami yang tidak umum. Lucu juga rasanya. Seperti berinteraksi dengan keanehan diri sendiri. Jujur saja saya terkadang tidak terlalu peduli tanggapan orang tentang wajah datar tanpa ekspresi dan tanpa emosi yang sering saya gunakan. Juga ketika bersikap cuek, simple dan nggak mau repot. Dan tiba-tiba saja saya dipaksa berinteraksi dengan teman yang juga seperti itu. Hahaha, sedikit menyebalkan ternyata. Dan kadang-kadang saya seperti mentertawakan diri sendiri.

Setidaknya sekarang saya lebih bisa memahami, juga berempati dengan perasaan orang-orang yang sering menghadapi keanehan-keanehan saya tersebut. Wah, saya harus lebih pintar memanipulasi diri nih supaya tidak terlalu sering merepotkan orang-orang. Kadang-kadang pada situasi-situasi tertentu pasang muka datar tanpa emosi ternyata malah membuat orang lain salah mengerti apa yang kita maksud. Meskipun saya sendiri lebih merasa nyaman dengan itu. Yah, begitulah. Seni bergaul memang merepotkan. Hehehe…

Oh iya, tentang teman saya yang juga aneh tersebut, sebenarnya kami nggak mirip-mirip amat secara keseluruhan. Bahkan mungkin jauh berbeda. Sampai-sampai saya pernah berkesimpulan bahwa sepertiga hidup saya mungkin hanya seperti cerita-cerita dongeng buatnya. Hmm, mungkin kesimpulan yang sedikit berlebihan hohoho. Tapi pada sisi-sisi yang sama saya bisa memahami sorot matanya yang seperti merasa sendiri dalam keramaian. Juga ketidaknyamanannya saat diperlakukan istimewa dalam suatu kesempatan. Mungkin ini terdengar sedikit jahat, tapi terkadang saya kasihan terhadapnya. Meskipun itu sama artinya dengan mengasihani diri sendiri. Semoga saja ini hanya persepsi saya, bukan keadaan dia yang sebenarnya.

Maka pada kesempatan terakhir dalam suatu pertemuan, saya berkompromi dengan sifat cuek saya dan melupakan sejenak desas-desus orang tentang kami. Ya, saya tersenyum semanis yang saya bisa untuk menghormatinya sekaligus berterima kasih. Bagaimanapun teman saya yang aneh dan baik tersebut sudah membantu saya mengenal lebih baik diri saya sendiri. Bukankah dengan lebih mengenal diri sendiri kita bisa lebih mudah mengetahui cara untuk mencapai tujuan hidup? Ya, saya kira begitu. Karena itu, sekali lagi, terima kasih teman.

Ciawi, 3 Desember 2011
‘arigato ne princess…’

Mereka dan Kalian

Melihat mereka yang bersahabat
Melihat mereka yang humoris
Melihat mereka yang penuh inisiatif
Melihat mereka yang merepotkan
Melihat mereka yang kooperatif
Melihat mereka yang egois
Melihat mereka yang pendiam

Pada titik ini saya semakin mengerti
Kumpulan manusia dimanapun akan sama

Ahh…, saya jadi rindu kalian
Rindu direpotkan oleh 100-an teman lama
Rindu mengarungi Jawa-Bali bersama
Rindu menghabiskan malam-malam bersama,
berjibaku dengan rapat di sudut-sudut kampus
atau berkutat dengan diktat di kamar-kamar kos

Saya akan merindukan mereka
sebagaimana saya merindukan kalian

Pusdiklat Kemenperin, 27 November 2011

Di Penghujung Sya’ban

sejak awal…
cinta kita memang tidak sempurna
karena apa yang terjadi antara makhluk-makhluk tidak sempurna
hakikatnya adalah ketidaksempurnaan pula

sejak awal…
kesalahan bagiku dan bagimu adalah niscaya
sebagaimana terik mentari yang kadang membakar
atau derasnya hujan yang sesekali menghanyutkan

karena itu…
untuk senyuman hangat yang seharusnya diberikan
untuk sikap acuh tak acuh dalam perjumpaan
untuk kesempitan dalam waktu-waktu kebersamaan
untuk keegoisan dalam menikmati waktu-waktu kesendirian
untuk kebisuan-kebisuan dalam keceriaan
untuk panggilan-panggilan yang tak pantas
untuk canda yang menyakiti hati
untuk pesan singkat yang seringkali tidak berbalas
untuk kepercayaan yang terkhianati
untuk janji-janji yang tak tertunaikan

di penghujung Sya’ban ini
adakah maafmu untukku sahabat?

‘semoga Allah
memberkahi kita di bulan Sya’ban
dan menyampaikan usia kita
hingga Ramadhan nanti’

Ciawi, 26 Juli 2010

Ini Tentang Mereka…

Ini tentang mereka, dua orang sahabat lama yang menemani saya empat tahun belakangan ini. Saya sejujurnya tidak pernah menyangka bahwa kami bertiga akan begitu berbeda pada akhirnya. Tanpa pernah disadari, pilihan-pilihan berbeda selama empat tahun ini membuat kami menemukan jalan sendiri. Seperti terpisah, dan kadang terasa menyedihkan, karena saya pernah membenci beberapa perubahan pada diri mereka, mungkin begitu pula mereka terhadap saya. Ada kalanya saya merasa kehilangan mereka, meskipun aktivitas kami selalu  berdekatan. Pernah kami tenggelam dengan dunia masing-masing, untuk waktu yang cukup lama, hingga tidak mengetahui benar-benar kabar satu dengan yang lain. Bertemu setiap hari, saling menyapa, mengobrol sesekali, tanpa benar-benar berusaha saling peduli, tanpa saling mengerti. Sepertinya persahabatan hanya seputar kerja-kerja harian, tanpa hati. Ah, maafkan ketidakpedulian saya pada masa-masa itu sahabat…

Diantara masa-masa itu terdapat momen-momen yang membuat saya yakin bahwa mereka tetap sahabat saya. Dan saya berterima kasih untuk itu kepada mereka. Saya tahu bahwa ada bagian yang tidak akan berubah dalam hubungan kami. Dan saya tidak perlu membicarakannya, atau mempertanyakannya. Saat tangan-tangan kami terjabat dan pundak-pundak kami berangkulan dalam beberapa kesempatan, tidak ada yang berubah, masih dengan semangat yang sama, rasa haru yang sama seperti dahulu. Dan mata yang berkaca-kaca membuat saya tahu bahwa sesungguhnya kami tidak pernah kehilangan satu dengan yang lainnya. Saya ada untuk mereka dan begitupun mereka terhadap saya.

Bahkan kini, saat kesempatan bertemu semakin jarang, saat etape hidup kami tidak lagi bersisian, mungkinkah kami tetap bertemu setidaknya dalam doa? Semoga. Dan saya berusaha untuk itu. Lucu memang, tak ada cinta secara verbal, juga terkesan cuek satu dengan yang lain. Tetapi mungkin inilah persahabatan kami, dan tidak masalah sekalipun terus seperti ini. Toh, suatu saat nanti, jika Allah menghendaki tangan-tangan kami terjabat dan pundak-pundak kami erat berangkulan kembali, saya akan tahu bahwa saya tetap ada untuk mereka dan begitupun mereka terhadap saya. Insyaallah…

Ciawi, 1 November 2010
Untuk putih abu-abu dan juga almamater yang sama, terima kasih…